Selasa, 15 Maret 2016

KALIBBONG ALLOA

TANJAKAN 90 DERAJAT

Keindahan Karst Goa Kalibbong Aloa Belae Pangkep Alamat keluharan biraeng, kecamatan minsatene kabupaten pangkep, sulawesi selatan Indonesia, Kalibong Alloa Cave, Pangkep, Lorongnya jauh. Panjangnya hampir Dua kilometer, lebarnya antara 300-400 meter. Tanjakannya ada dua yang hampir 90 derajat. Ia masuk kawasan Taman Nasional Bantimurung- Bulusaraung. Dalam bahasa setempat Kalibong berarti lubang dan Alo adalah penamaan untuk burung Julang Sulawesi.

Tiba di mulut gua, cucuran keringat dan beberapa luka lecet karena goresan batu karst tajam, menjadi tak berarti. Hamparan pemandangan yang bikin terpukau.Hamparan sawah berpetak-petak kecil, seperti buatan anak sekolah dasar saat menggambar. Begitu menyenangkan.                                   

MULUT GUA

MULUT GUA

Seakan tak berada dalam gua. Udara tak lembab. Plafon gua di hiasi stalagtit, di dinding-dinding gua ada ornamen gorden, lantai berdiri stalagmit, terdapat danau-danau kecil,  hingga aliran air dari batuan kalsit berkilau.Kalibong Alloa memiliki panjang 1,2 kimoleter. Salah satu bagian ada rute vertikal sedalam 90 meter.

Di pertengahan perjalanan kami menemukan ornamen yang dinamakan tirai pengantin. Ornamen ini tak lain gorden lebar.  Saat disorot lampu, kilau seperti kristal. Putih bersih.

TIRAI PENGANTIN

Pada ujung-ujung masih menetes air  dan membentuk ornamen lain dari dasar lantai gua. Proses inilah yang disebut sebagai karstifikasi. Air hujan yang merembes melalui punggung-punggung karst membuka celah atau retakan dan menyimpan dalam batuan. Perjalanan membentuk ornamen gua, melalui proses kimia dari unsur air (H2O), udara (O2), dan karbon (CO2) yang larut bersama kalsit (CaCO3). Pada dasarnya sama dengan pembentukan karang di bawah laut.

Kami juga menemukan pilar, yakni proses panjang puluhan bahkan ratusan tahun yang menyatukan stalagtit dan stalagmit. Tak hanya satu pilar, ada puluhan.

AIR TERJUN BEKU

  MIRIP ORANG YANG SEDANG BERDOA

Kami juga terbalalak menyaksikan aliran kalsit dari plafon gua hingga lantai.Kami menamakan air terjun beku.Langkah kami berhenti di aula pertama,  saat menapaki jalan awal gua. Dengan senter kepala, kami menyorot puluhan stalagmit patah. Dia menunjuk inti stalagmit berwarna coklat dan mencoba menjelaskan guratan-guratan seperti pada batang pohon.Di beberapa bagian gua, terdapat beberapa ornamen rusak. Patahan berhamburan di lantai. “Orang-orang yang mencari bongkahan batu giok. Mereka menghancurkan dan mencari inti batuan, padahal ornamen gua yang dibentuk air itu sangat rapuh.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar